Pelangi Di Balik Hujan

    Author: AOmagz Genre: »

    Oleh : Chacan Grace


            Detakan jarum jam terus terngiang dikepala. Bermain-main dan menghinggapi ubun-ubun. Senada bahkan seirama dengan beberapa lalat yang beterbangan. Cukup harmonis, terkesan lebih selaras terlebih dipadu dengan desahan napas yang masih labil. Maka orkestra dimalam kelabu pun bergeming. Tak hanya itu, nyamuk, teman lalat  pun sedang berlalu lalang mencari darah yang sedang berkeliaran.

            “Argh” Desahan napas yang sedang berkecamuk. Tenggorokan pun yang tak terkendali, sepertinya rongga-rongga di dalam tenggorokan sedang mengalami masalah sehingga hati pun sulit menyerukan keluh kesah.
               “Sumpah deh nih insomnia udah kecantol bukan sih sama gue?”

          Mengernyitkan dahi sampai membentuk beberapa lipatan, mungkin hingga dua sampai tiga lipatan tergantung dari cara  kita mengekspresikan beban pikiran. Setiap lipatan tak memiliki ukuran yang sama, ada yang kecil maka ada pulalah yang besar. Entah bagaimana lipatan didahi tersebut bersekutu lalu menimbulkan efek gumpalan lemak tak berisi berbentuk oval dengan dua kerutan di kedua sisi kiri dan kanan yang menempati markas sadari beberapa menit lalu. Kini, lalat beserta kawan-kawannya, nyamuk, tak menampakkan diri. Apakah mereka telah merasa lelah? Lalu menenun mimpi disudut ruangan yang tak terbiaskan cahaya?

            “Si lalat aja ngga nongol-nongol tuh badannya, nah gue? Boro-boro deh nyusun konsep buat mimpi entar malam, nguapnya aja belom. Wah, jangan-jangan gue salah satu keturunan kelelawar yang udah renkarnasi jadi manusia lagi.”

            Sempat terpikir pertanyaan konyol itu terucapkan. Warna kelopak mata yang semakin menghitam telah menghiasi wajah putih bersih ini. Merefleksikan mata dengan menggerakkan mata ke atas dan ke bawah lalu merebahkan tubuh di atas springbed seakan warna sari kehidupan mulai terkuak secara perlahan namun pasti. Waktu tidak akan mungkin kembali, lalu berlari-lari memohon diri bahkan mencegat agar kita bisa menghentikan aksinya. That’s impossible, right?

    *****

            Musik full band berdendang kencang menyelimuti hati yang sedang galau. Hentakkan kaki yang mampu meretakkan tanah, pukulan kuat yang sadis, sungguh malang nasib si piring hitam tergolek tak bernyawa. Not black, not white, it’s just grey. Kalau saja ia hidup, napasnya pasti sedang tersengal-sengal bahkan bisa saja mengalami serangan jantung secara mendadak. Atau mungkin ambulans sedang sibuk mempersiapkan jasanya, membopong benda tak berarti tersebut. Lalu sang kuncen mulai menggali tanah.

              “Boleh juga lo maen tuh drum!” 

             Ruang musik yang pada awalnya sangat menyenangkan bak sedang tampil di atas panggung spektakuler yang tak pernah dibayangkan sebelumnya langsung runtuh seketika sejak tsunami datang mengganggu. Maka PMI, relawan-relawan beserta pihak pemerintah datang membantu, memberikan sumbangan.

         “Heh, lo ditanya malah masih enteng megang tuh stik, adanya tuh ya kalo ditanya dijawab dong pertanyaannya, eh ini cuma diam, sumpah lo aneh deh!”

        Suhu udara meningkat, AC yang terpajang tersisih di sudut 90˚ ruangan tersebut masih angkuh menampilkan pertunjukkannya, tak tahukah udara sekitar ruang musik semakin mencekat? Membungkam dan menusuk alat vital?

           “Buset dah, sumpah lo tuh ya aneh banget jadi orang, dari luar sih emang cukup cupu di tambah sama kebisuan elo, eh ternyata bisa juga lo maen tuh drum.”

           Awan berat boleh saja bergelantungan manja pada sang langit, 180˚ berbeda dibanding suhu dinding ruang musik, entah mengapa tiba-tiba AC menjadi tak berguna lagi. Tangan-tangan mungil pun terus merajut stik dan piring hitam menjadi satu kesatuan, dan prang prang terenteng teeengg, maka permainan drum pun berakhir. Gadis berambut panjang nan hitam layaknya kopi pekat tanpa bahan campuran lain seperti gula atau pun crimer, hitam sehitam-hitamnya arang. Rambut yang dibiarkan hidup bebas, jauh dari terbelunggunya suatu ikatan dan beberapa helai yang dibiarkan beraksi sesuka hati beserta poni yang tak nampak berjatuhan. Kacamata yang menjadi tameng dari empunya kedua bola mata bening. Mampu menghanyutkan seseorang bahkan menenggelamkan lawan sampai desahan napas terakhir. Bak mata air yang jernih yang tak disuguhi desiran ombak atau karang-karang yang menghalangi. Membalikkan tubuh segemulai penari bermain di atas trampolin namun tetap tegak berwibawa seperti presiden. Overall, she looks elegant in the first sight. Tak satu pun senyum tersinggung dari bibirnya, hanya ke dua kakinya yang sedang mengaktifkan fungsi lalu melangkah menapaki setiap ubin dan pergi menghilang tanpa sepenggal jejak dalam pencarian seberkas cahaya yang telah sirna.

    *****

            “Siapa sih tuh cowo, gangguin aja, orang kan lagi asik main drum, apalagi sekarang gue udah  ketahuan main drum di ruang musik, bisa berabe ntar masalahnya.”

         Omelan demi omelan pun terlontar, hentakkan kaki pun semakin menajam menusuki tanah. Entah mengapa awan berat masih setia memanjakan diri pada sang langit. Bahkan langit pun mulai jatuh hati pada awan kelam tersebut. Matahari boleh saja lelah dan meluapkan kegairahannya menuju sang singgasana. Namun, janganlah sampai petir menyapa. Burung-burung pun boleh saja berhenti bernyanyi, namun merdunya kicauan yang terucap dari setiap burung pipit janganlah memudar. Tetesan air dari sang penguasa awan pun boleh pula jatuh menimpa segala makhluk dibumi, namun tolong janganlah sampai memusnahkan semuanya.

            “Mana gue ngga kenal lagi sama dia. Syukurlah! Setidaknya dia ngga bakal nyapa, orang dia juga ngga kenal gue. Udah gitu bawelnya minta ampun. Semoga aja dia ngga ke ruang musik lagi.” Helaan napas yang terlalu berat membuat dirinya seakan terdesak.
             “Hei, lo ngga sinting kan? Dari tadi lo tuh ngomong sendiri.”
             “Ya Tuhan, tolong hambaMu yang baik ini.”
             “Heh, bukannya lo yang tadi maen drum ya?”

             Dengan sengaja, si gadis mungil yang sadari tadi bersungut-sungut, membungkam mulut seorang yang tak dikenalnya, sambil melirik kanan dan kiri, apakah ada yang melihat tingkah buruknya sore itu atau tidak.

            “Pfffff” Sang cowok meronta-ronta ingin melepaskan tangan gadis yang menurutnya aneh karena telah membungkam mulut orang yang baru dikenalnya diruang musik tadi. Terpaksa si cowok mengeluarkan kekuatannya lalu memaksa gadis yang dihadapannya untuk berhenti melakukan aksi tak terpujinya.
            “Apaan sih lo! Bekap mulut orang sembarangan, kenapa sih? Ada masalah sama gue? Tadi pas diruang musik, lo cuma diam, nah sekarang nutup mulut orang dengan ngga sopan banget.”
           “Udah nyerocosnya?” Beban yang sudah menumpuk diterima si gadis membuatnya ingin melampiaskan segala amarahnya pada orang yang sedang berada di depannya.
             “Lo belom jawab omongan gue tadi, ada masalah sama gue?”
           “Ada, ada banget malah. Lo tuh udah sembarangan masuk ke ruang musik dan volume suara elo pas nanya tadi kenceng banget.” Emosi si gadis mulai tak beraturan.
            “Trus kenapa? Emang disekolah ada peraturan gitu ‘dilarang masuk ke ruang musik apabila ada seorang gadis yang sedang bermain drum’, ada gitu?
            “Udah deh, capek gue dan pastinya elo ngga bakal ngerti. Udah ya, sorry buat perlakuan gue yang ngga berkenan tadi.”
            “Eh.. Sini lo! Enak aja main kabur, udah ngebekap mulut orang, malah neloyor pulang.”
            “Kan tadi gue udah minta maaf, udah kan?”
            “Emang udah, tapi gue kan belom kenal elo selain itu lo juga aneh, masak gue cuma ngomong permainan drum lo lumayan, lo nya jadi marah, emang ada apa?” Penuturan nada si cowok mulai lembut dan santai. Entah mengapa, ada perasaan ingin tahu dalam hatinya.
            “Ngga perlu lo tau, sedangkan gue aja ngga niat buat ngasih tau elo, okay?”

            Pergerakan angin yang semakin tak tentu menyelimuti hati yang sedang galau. Tanpa jawaban apa pun, gadis mungil tersebut berlari agak cepat mendahului seorang yang tak dikenalnya. Berlari secepat mungkin, menggapai sesuatu yang belum dilihatnya. Aroma fresh floral pun perlahan semakin memudar. Hanya bungkaman sembarang yang tertinggal membekas dihati, namun tangan mungil itu telah berlalu dari hadapan.

    *****

          “Cheryl, udah belajar nak? Bukannya minggu depan kamu mau ikutan olimpiade kimia mewakili sekolah?”
             “Udah kok ma, ini juga baru selesai.” Dengan malas gadis mungil yang ternyata memiliki nama Cheryl itu  menjawab.
            “Oh baguslah, rajin-rajin ngerjain soal ya nak, nih mama udah beli buku bank soal kimia untuk SMA biar kamu bisa lebih giat. Jangan ngecewain sekolah kamu ya nak. Pihak sekolah udah milih kamu, karena mereka percaya kalo kamu mampu.”
             “Iya ma” Kata singkat pun berkoar, seolah-olah DPR yang patuh terhadap kebijakan presiden. Namun, entah mengapa Cheryl merasa jijik melihat gradasi warna hijau pada cover buku kumpulan dan pembahasan soal yang barusan diberi mamanya.

    *****

            Dengan langkah gontai, Cheryl berjalan menuju kamar, seakan ingin meraih handuk yang terasa jauh baginya, lalu dengan langkah yang dipercepat tak sabar ingin diguyur oleh butiran-butiran bening yang menetes dari shower

    *****

            “Ma, berangkat dulu ya!”
            T-shirt biru muda dan jeans biru kelam beserta kunciran yang bersandang ditubuhnya, kini Cheryl telah rapi, tak lupa ia mengucap salam sebelum ia hendak pergi menuntut ilmu ditempat lesnya. Terkadang ia merasa telah dikekang oleh beberapa pihak, setidaknya ia ingin sedikit mencicipi nano-nano kisah remaja. Mungkin tidak sampai ke hal berpacaran, tapi lebih ke hal bebas memilih arah yang ingin ia lalui.  Berbeda prinsip pasti akan terjadi dalam kehidupan. Tergantung dari cara kita memilh jalur.

           “Hati-hati ya nak, belajar yang bener, jangan lupa minta tolong ke mbak Mianya buat ngebimbing kamu belajar kimia.”
           “Iya mama, entar telat lagi, dah dah mama.”
           Mengecup pipi kiri dan kanan, lalu melambaikan tangan pada mamanya. Cheryl telah sangat siap merajut mimpi. Ada perasaan tak ingin mengecewakan papa dan mamanya serta sekolah. Namun, ada sesuatu yang ia sembunyikan selama ini pada orang tuanya. Mengenai hobi yang tidak pernah ia ceritakan pada papa atau pun pada mamanya,

    *****

            Hidup penuh dengan mutiara. Banyak dari mutiara tersebut yang terselebung dalam lautan yang terbentang luas, bermacam-macam jenis batu karang pulalah yang tergabung di dalam sana. Batu karang boleh saja kokoh, namun saat desiran ombak dashyat datang menghantamnya, apakah ia akan tetap kokoh seperti sedia kala? Ataukah hancur berkeping ditelan ombak? Sekuat apa pun batu karang tersebut, ia akan tetap hancur lebur dalam kekuasaan ombak. Seperti seorang remaja, sekuat apa pun ia menyimpan hal yang tak ingin orang lain ketahui, namun suatu saat pasti pula akan diketahui.

    *****

            “Cheryl, udah belajar belom nak?”
            “Belom ma, capek. Tadi ditempat les kan juga udah ngebahas soal bareng mbak Mia ma.”
          “Iya, tapi kan minggu depan itu udah ngga lama sayang? Kamu harus belajar, kasian nanti kalo sekolah kamu kalah. Ayolah demi sekolahmu, nak.”
            “Okay mama, ini mau beresin buku dulu.”
           “Tapi bentar belajar ya nak, tuh mama kan udah beli buku bank soal, hari ini kamu pelajari kimia kelas 11 semester 2 aja. Nanti besok baru kamu mulai pelajaran kelas 12.”
           “Iya mama.” Dengan lesu dan wajah cemberut, Cheryl merapikan alat tulis beserta buku-buku paketnya. Setiap manusia pasti punya titik kejenuhan dalam hidup. Dan mungkin saat ini Cheryl sedang merasakan rasa jenuh tersebut.

    *****

               “Hei, permainan lo kok agak berantakan. Ada apa?”
           Permainan drum yang terkesan agak berantakan tetap dilanjutkan oleh gadis mungil itu. Tangan-tangan mungilnya pun tak lelah memegang stik drum, padahal waktu telah terus bergulir hingga menunjukkan pukul 17.00. Hari ini juga pun ternyata ia ada les. No, BIG! Tiap hari, senin, rabu, jumat ia ada les MIPA dan selasa serta rabu ia terpaksa harus mengikuti les vocal yang sebenarnya tidak pernah ia sukai. Dan sabtu harus juga ia mengikuti kursus renang. Setidaknya renang lebih membuatnya agak rileks dalam menjalani setiap alur kehidupannya.

           “Lo ngga dicariin nyokap atau bokap lo? Ini kan udah jam 5 sore, kasian tau ortu lo mungkin lagi bingung mau nyariin elo kemana.”
           “Nyariin? Please deh, lo jangan ganggu-ganggu gue lagi. Gue capek tau ngga, capek, capek banget. Jadi lo ngga usah ngurusin orang lain. Tolong.”
            “Okay. Lo Cheryl anak XI IPA 1 kan?”
            “Dari mana lo tau kelas gue?”
            “Ya taulah, lo yang disuruh mewakili sekolah buat olimp kimia minggu depan kan?”
            “Iya. Emang lo siapa?”
            “Hah? Lo ngga kenal gue? Gue kan partner elo buat olimp kimia. Gue juga ikut olimp itu kok.”
           “Oh lupa gue, emang lo siapa dan anak kelas berapa? Eh.. tunggu bukannya elo yang suka manggung di foodcourt sekolah kita ya?” Dengan berpikir keras mengingat orang yang ada di depannya, Cheryl melanjutkan pernyataannya. “…yang megang gitar bukan?”
            “Yup, gue Rio anak IPA 2, orang kelas kita sampingan aja, masak lo ngga tau gue.”

            Hampir 45 menit mereka mengobrol, topik pembicaraannya mulai dari pelajaran kimia tentang laju reaksi sampai menunjukkan bakat masing-masing. Entah kenapa, Rio ingin mengantar Cheryl pulang selain karena Cheryl seorang cewek, ia juga merasa klop mengobrol dengan Cheryl yang sama-sama memiliki minat dalam dunia musik. Maka cagiva merah pun telah berlalu.

    *****

            Hasil pengumuman pemenang olimpiade kimia telah disampaikan ke setiap peserta olimpiade tersebut. Perasaan gundah menyelimuti Cheryl. Saat sampai di depan gerbang sekolahnya, ia berpapasan dengan kedua orang tuanya.
             “Cheryl, gimana hasil pengumuman kamu nak?”
           Degup jantung yang masih sangat labil menuntun Cheryl untuk menjawab pertanyaan papanya dengan terbata-bata. “Juara harapan 1 pa.”
            “Apa nak?”

          Perasaan takut menggelayuti hatinya yang telah gundah, rasa kecewa pun telah membekas dihatinya sesaat pengumuman tadi dibeberkan. “Juara harapan 1 pa. Maaf pa, Cheryl ngga bisa ngasih yang terbaik, padahal papa dan mama udah nyediain biaya buat les MIPA Cheryl, bahkan les vocal Cheryl aja juga berantakan, dan cuma renang aja yang masih ada kemajuan.” Semakin panjang ia mengungkapkan isi hatinya, semakin ada rasa menyesal dalam hatinya.

            Entah berasal dari mana dorongan tadi, kini papa dan mamanya telah mendekap anak gadis remajanya semata wayang dalam pelukan hangat mereka. Entah ada gaya apa yang bisa merekatkan mereka antarsatu sama lain. Entah dari mana pula jugalah perasaan galaunya terasa mulai menghilang secara perlahan.
           “Pa, ma, Cheryl mau nunjukin sesuatu.” Sambil menarik tangan ke dua orang tuanya, Cheryl menuntun langkah orang tuanya menuju ke dalam sekolahnya lagi. “Papa, mama, tunggu Cheryl di sini ya” lanjutnya.

          Ternyata di aula sekolahnya sedang diadakan festival budaya Indonesia dan ternyatanya lagi Cheryl menyumbangkan aksi drumnya di depan beratus bahkan mungkin sampai seribu pasang mata yang kini sedang menatapnya. Entah ada gejolak apa yang membuat perasaan sedihnya telah sirna. Papa dan mamanya serta Rio duduk diantara lima ratusan orang. Kini, kedua orang tuanya sedang tersenyum menatap aksi drum yang selama belasan tahun belum pernah dipertunjukan oleh belahan jiwa mereka, Cheryl dan mereka mulai menyadari bakat anaknya yang sebenarnya.

            Orang tua punya cara tersendiri dalam mendidik anak-anaknya dan patutlah kita hargai itu. Karena kasih dan doa orang tua pasti akan selalu menyertai kisah perjalanan hidup anak-anaknya. Penyesalan pasti akan menempati ruang di akhir setiap cerita, namun janganlah kita berdiam dalam penyesalan itu, karena saat kita terus-terusan berada dalam cengkeramannya, kita akan membuahkan penyesalan berikutnya yang tak pernah terduga. Pasti akan ada senyum dibalik tangis dan pelangi dibalik hujan.

    ~The End~

    One Response so far.

    1. Keren banget cerpennya!!
      :')

    Leave a Reply

    Thanks for reading! Leave your responses here :)

    Tentang AOMAGZ

    AOMAGZ adalah sebuah online magazine. Tapi bukan majalah berita, majalah resep atau majalah fashion. AOMAGZ adalah majalah spesialis cerita : Cerpen, Cerbung, Flash Fiction, Serial, Dongeng, Cerita Anak dan lain-lain. Jelajahilah AOMAGZ sesuka hati kamu karena ada cerita baru setiap harinya (kecuali weekend). Enjoy!

    Readers



    Follow Us On Twitter Photobucket


    Guestbook