Junn Series #3 - Unpredictable MOS!

    Author: AOmagz Genre: »


    Oleh: AuL


         “Hufftthh…” Gadis di sebelah Junn mendesah.
         “Kenapa, Ri?” Junn berkomentar sambil meniup dahinya. Empat jam pelajaran untuk Matematika dan Fisika membuat ujung jilbabnya mulai melorot.
         “Bernafaslah selagi bisa. Sebentar lagi saatnya,” Teman sebangkunya itu berkata dingin.
         Dan sebelum Junn sempat bertanya apa yang dimaksud Riri, hal itu terjadi.
         “TEEEEEEEEEETTTTTT…!!!”

         Sebuah sirine menggema ke seluruh sekolah. Suaranya dalam dan pilu ―seperti dari dunia lain― membangkitkan bulu roma siapa saja yang mendengarnya.
         “PESERTA MOS BERKUMPUL DI LAPANGAN UTAMA DENGAN AKSESORIS LENGKAP. HITUNGAN MUNDUR SAMPAI NOL DARI DUA PULUH, SEMBILAN BELAS…”
         Suara keras mike yang bersumber dari ruang OSIS itu menendang semua orang untuk segera kasak-kusuk, mengenakan aksesoris berupa kalung berhias petai, jubah kantong kresek besar, rok dedaunan, gelang dari ranting, topi karton, plus dot bayi. Menurut buku MOS, tema tahun ini adalah penyihir.Tapi, Junn merasa yang dikenakan semua siswa baru lebih mirip kostum jin atau dedemit.
         Barisan itu pun tersusun rapi saat senior berambut cepak ―Yang ingin menghukum Junn saat terlambat kemarin― menyorakkan isyarat siap. Beberapa gadis di depan Junn berbisik-bisik, bahwa senior itu yang paling galak, dan bernama Alev. Junn tersenyum geli. Nama senior itu ternyata seaneh orangnya.

         Dan hari kedua MOS itu pun berlalu sangat lama. Belasan murid baru yang menurut para senior bersalah telah mendapat jatah. Rata-rata dipermalukan dan dibuat merah mukanya. Murid laki-laki yang saat ini dikerjai Alev malah sampai menangis segala, gara-gara dipaksa buka seragam untuk memperlihatkan panu di perutnya. Sadis.

         Kalau saja Riri tidak menahan-nahannya, Junn sudah mengamuk dari tadi, tak rela menyaksikan kekejaman di hadapannya.

         Meski demikian, agaknya Alev menangkap gelagat Junn. Sebentar ia berbisik kepada rekannya, kemudian ia berbicara di balik pengeras suara. “Murid baru yang ingin menyampaikan sesuatu kepada cowok ini diberi kesempatan bicara. Ada yang mau?”

         “SAYA MAU BICARA!!” Junn berteriak dari tengah kerumunan penonton di lapangan.
    Alev tersenyum simpul. Rencananya menjaring Junn berhasil. “Wah, wah… Kamu mau bicara apa gadis kecil?” Ujarnya menyindir. Dikepalanya tersusun rencana berikutnya untuk mempermalukan Junn.

         Junn semakin kesal, dan Riri tak kuasa menahannya lagi. “Hentikan semua ini, Alev! Anda sudah keterlaluan!”

         Alev sedikit terkejut. Ia tak menduga Junn ternyata lebih berani dari yang ia bayangkan. Sebentar ia berbisik lagi kepada teman-temannya. Seperti meminta dukungan. Salah satu dari mereka kemudian bersuara, “Kamu yang barusan bicara, silahkan ke depan.”

         Puluhan murid baru gaduh.  Sebagian besar mengomentari, Junn mencari perkara. Sebab, dari tahun ketahun, murid baru yang melawan senior selalu berakhir menyedihkan. Sebagian lain berkomentar ikut prihatin, dan mengharapkan Junn tabah. Ada juga yang mendukung, walaupun hanya dengan berbisik dan tak melakukan apa-apa.

         Junn melangkah ke depan. Matanya menatap lurus, menantang bara-bara silau matahari yang sedari tadi memanggang puluhan orang. Ujung jilbab di punggungnya berkibar, ditiup angin lalu. Seolah alam ingin menyemangatinya, seperti beberapa murid lain. Bahkan tanpa ada yang menyadari, secara sembunyi-sembunyi seseorang yang menutup wajahnya dengan sweater berbisik padanya, “Jangan khawatir, bantuan akan datang. Kau tak akan kenapa-napa.”

         Junn sedikit lega. Kalau telinganya tidak salah, itu suara Kak Zhafif si ketua OSIS. Semangatnya yang tadi sempat layu mendadak mekar lagi. Ia seperti musafir dehidrasi yang disiram air pegunungan. Bila Kak Zhafif yang bicara, maka ia tak perlu ragu. Bantuan akan datang, seperti bantuan yang juga pernah ia terima. Dan tak tahu kenapa, mendadak Junn merasa jantungnya berdebar lebih kencang. Dan perasaanya menjadi hangat.

         Ia telah berdiri. Di hadapan semua orang, dan di hadapan Alev beserta teman-temannya. Alev kelihatan puas, bersiap-siap membalaskan kekesalannya ―yang ia simpan― saat Junn menantangnya di waktu pertemuan pertama mereka, di gerbang sekolah.

         “Nah, sekarang apa?” Alev membentak, dengan kata yang persis sama, yang pernah ditembakkan Junn langsung ke ulu hatinya.
         “Kan tadi sudah kubilang, hentikan semua ini! Lepaskan dia!”
         Alev menyeringai, “Kenapa? Kamu takut melihatnya buka baju?”
         “Apa perlu ditanya lagi?” Jun membelalakkan matanya. Beberapa suara dari penonton meletus, mendukungnya, membuat semangatnya makin mekar. “Memangnya Anda tidak takut melihatnya buka baju? Anda senang? Apa anda homo?”

         Puluhan penonton meledak, tertawa serempak. Perhitungan Alev meleset. Rencananya menggiring Junn kedepan untuk dipermalukan gagal, justru ia yang dipermalukan. Senjata makan tuan.

         Kemarahan Alev memuncak, lalu secara tak sengaja ia mengatakan sesuatu yang tak ia rencanakan sebelumnya, membuat semua suara tawa lenyap, berganti kesunyian yang mencekam dan ketegangan yang tak dapat dielakkan.

         “Kalau begitu gantikan! Kamu yang buka baju, dan Kamu akan buktikan sendiri Aku bukan homo!”

         Kedua lutut Junn lemas. Ia merasa ngeri, bila ternyata apa yang barusan didengarnya benar-benar akan terjadi. Kak Zhafif, mana bantuan yang akan datang itu? Ya Allah, bagaimana ini? Teriak Junn dalam hati.

    (Bersambung)

    Published on
    EDISI RABU, 22 DESEMBER 2010
    Terbit dan beredar di Sumatra Barat

    Leave a Reply

    Thanks for reading! Leave your responses here :)

    Tentang AOMAGZ

    AOMAGZ adalah sebuah online magazine. Tapi bukan majalah berita, majalah resep atau majalah fashion. AOMAGZ adalah majalah spesialis cerita : Cerpen, Cerbung, Flash Fiction, Serial, Dongeng, Cerita Anak dan lain-lain. Jelajahilah AOMAGZ sesuka hati kamu karena ada cerita baru setiap harinya (kecuali weekend). Enjoy!

    Readers



    Follow Us On Twitter Photobucket


    Guestbook