Regret

    Author: AOmagz Genre: »


     Oleh: Azizah

    Pernahkah kalian merasakan sebuah penyesalan ?
    Menyesal atas suatu kesalahan yang tak bisa kita perbaiki
    Atau…
    Menyesal atas kesalahan yang bisa kita perbaiki
    Namun sudah terlambat untuk dilakukan…

    Kulirik jam tanganku gusar, sudah setengah jam lebih aku menunggu tapi orang yang kutunggu belum juga tampak batang hidungnya. Untuk kesekian kalinya aku menghela nafas panjang. Ada rasa ragu yang menyeruak saat aku menyanggupi ajakan Lina dan Aldi tadi pagi, tapi secuil kerinduan yang menyesakkan mengalahkan rasa takut dan ragu yang menahan langkahku.

    Kutatap awan pekat yang berarak semakin mendekatiku dengan tatapan nelangsa, rintik-rintik air langitpun sudah mulai berjatuhan menerpa bumi. Kutautkan kedua tanganku untuk sedikit menghilangkan hawa dingin yang mulai menusuk. Aku kalut
    “Alika....ayo naik” Sebuah suara yang sudah sangat kukenal membuyarkan hening yang kuciptakan sendiri. Melihatku yang hanya duduk diam, ia beranjak keluar dari mobilnya dan segera menghampiriku. Gilang ! Dia adalah pacarku sejak 3 minggu yang lalu, yah setidaknya begitulah teman-temanku menyebut statusku dengannya. Hhh ‘Pacarku’ bahkan kata itu sangat ganjal untuk kusebut…

    “Ayo Alika, biar kuantar kau pulang. Sebentar lagi hujannya tambah besar” Serunya sambil mengambil alih tasku.
    “Nggak usah Lang, bentar lagi jemputanku dateng kok. Kamu duluan aja gih” Tolakku halus sambil menarik kembali tasku dan meletakkannya di pangkuan. Kulihat sekilas beberapa anak yang juga sedang menunggu jemputan berbisik-bisik sambil melirik-lirik ke arah kami. Huh ! aku mendengus kesal, pelan dan sepelan mungkin agar tak terdengar oleh Gilang..

    “Ayolah Alika, masak udah 3 minggu pacaran aku sama sekali belum pernah nganterin kamu pulang ?”
    “Emang harus ya ?” Aku melihatnya sambil menyunggingkan senyum
    “Ya…Enggak sih” Jawabnya sambil menggaruk-garuk kepalanya, lalu seperti biasa ia nyengir kuda. Kalian tau ? Gilang itu baik banget, sangat baik malah. Tapi kenapa aku belum bisa mencintai dia layaknya seorang kekasih ? ku kira seiring berjalannya waktu aku akan mencintainya, tapi…
    “Ya udah deh, Aku tungguin aja ya sampei jemputanmu dateng” Putusnya tanpa meminta persetujuanku lalu menghempaskan tubuhnya di sampingku. Ditatapnya aku lekat-lekat dengan dua bola matanya yang besar dan hitam. Tatapan yang teduh, namun selalu membuat aku jengah.
    “Kenapa kamu seneng banget sih ngeliatin aku kayak gitu ?!” Hardikku. Membuatnya agak tersentak, lalu dengan cepat ia menarik bibirnya hingga membentuk sebuah cengiran
    “Habis kamu cantik sih...” Kini aku yang tersentak mendengar jawaban entengnya itu. Hei...gadis mana yang tidak senang di bilang cantik ? Sialan, kurasakan hawa panas menjalari pipiku. Tak mau kepergok Gilang akhirnya dengan cepat aku membuang muka ke mana saja asal tak ke arahnya
    “Trimakasih..” Ucapku lirih, sangat lirih hingga mungkin tak terdengar oleh Gilang. Lelah membuang muka, akhrinya aku putuskan untuk menunduk saja. Tidak kupedulikan Gilang yang entah sedang melakukan apa di sampingku.

    “Alika...” Sapaan lembut itu membuatku secepat kilat menoleh. Lina...akhirnya dia datang juga. Kualihkan pandanganku ke sebelahku, Gilang. Dia sudah tak ada di sana. Kuhela nafas berat begitu menyadarinya. “Hei...Alika kau kenapa ?” Lina menatapku khawatir “Kalau kau belum-“
    “Enggak Lin, InysaAllah aku siap” Selaku mantab sambil menyeka bulir air mata yang sempat terjatuh dan tersenyum untuk meyakinkannya. 
    *****
                Gerimis kecil tadi, kini sudah berubah menjadi hujan lebat. Kusapu pandanganku ke luar kaca mobil, mencoba mencari pemandangan yang mungkin sedikit menghibur suasana hatiku yang tak menentu. Tapi tak kutemukan. Derasnya hujan membuat jalanan drastis menjadi lenggang. Sepi...

                “Ayolah Alika...jangan diam terus. Bicaralah sedikit” Aku menoleh ke sumber suara. Gilang. Sementara tangannya sibuk dengan stir, mata elangnya tetap siaga dengan jalanan di depannya sambil sesekali melirik ke arahku.
                “Apa yang harus kubicarakan Lang ?” Tanyaku setengah hati, sambil kembali membuang pandangan ke arah jalanan. Ini pertama kalinya aku mengiyakan ajakan Gilang pulang. Aku rasa sudah saatnya aku mencoba..
                “Apa saja, asal kau bicara. Jangan biarkan aku terlihat seperti orang gila yang berbicara sendiri” Aku hanya tersenyum menanggapinya “Aha...atau kau nyanyi saja ya Alika” Aku tersentak (lagi!) dan mendelik ke arahnya dengan alis bertaut “Coba kau dengar lagu ini, pasti kau hafal” Satu tangannya sudah sibuk memasukkan sebuah kaset ke dalam CD. Dan tak lama berselang sebuah lagu yang sangat sudah kami kenal dan kami hafal mengalun menyejukkan suasana. Air supply – Goodby. Ah..betapa rindunya aku dengan lagu ini ? dulu waktu masih SMP kami sering menyanyikan lagi ini bersama-sama..

                “I can see the pain living in your eyes....” Gilang megikuti lirik pertama dengan suaranya yang agak sumbang. Aku meliriknya sambil tersenyum, lalu mengikutinya menyanyikan lirik selanjutnya 
    “You deserve to have so much more..
    I can feel your heart and i sympathieze
    and i’ll never criticize all you’ve ever
    meant to my life...”

                “Suaramu bagus Alika...” Refleks aku berhenti bernyanyi. Menoleh ke sumber suara lalu mengeryit begitu menyadari yang duduk di sebelahku adalah Aldi bukan Gilang !. Kembali ada rasa kosong yang menyelinap di hatiku begitu aku menyadari itu. Lagi-lagi aku membuang pandangan ke arah jalan yang sudah mulai ramai karena hujan sudah mereda.
    Hening....
    “Apa kau punya kenangan dengan lagu itu ?” Lina yang duduk di jok belakang membuka suara, berniat mencairkan suasana. Tapi sedetik kemudian kudengar ia menggumamkan maaf dengan suara lirih, kurasa ia baru menyadari kalau pertanyaannya kuranglah tepat.
    “Entahlah...” Jawabku mengambang
    kembali hening....
    *****
    Aldi memarkirkan mobilnya di bawah pohon akasia yang aku taksir umurnya sekitar ratusan tahun. Bunga-bunganya yang indah gugur satu persatu, membuat taman bunga tanpa akar di sekliling batangnya. Aku hanya duduk mematung, tiba-tiba saja ada rasa takut yang menyelinap. Entahlah apa yang membuatku takut, yang pasti aku takut. Aku menatap Aldi dan Lina bergantian, lalu mereka membalasnya dengan beberapa kali anggukan yang seolah mengatakan ‘semuanya akan baik-baik saja’ yah..aku tau semuanya akan baik-baik saja. Kubuka pintu mobil perlahan, lalu mulai melangkah.

    “Alika, kamu kenapa sih kok sejak kita jadian kamu jadi  pendiam gini  ?” Tanya Gilang begitu aku keluar dari mobil, membuatku sedikit kaget. 
    “Hem, masak sih ? biasa aja kok Lang” 
    “Kamu nggak lagi ada masalah kan ?” Gilang menhentikan langkahnya lalu menatapku curiga.
    Aku menggeleng cepat sambil terkekeh garing “Enggak kok, tenang aja” Kutepuk-tepuk pundaknya untuk meyakinkannya bahwa tidak ada apa-apa. Tepatnya supaya dia tidak tau, bahwa sebenarnya ada apa-apa.
     Yah…2 bulan sudah, aku sama sekali belum yakin dengan pilihanku untuk menerima Gilang. Kenapa dulu aku harus menerimanya ? kenapa dulu aku harus takut menolaknya ? kurasa dulu Gilang pasti mengerti kalau aku menolaknya, bahwa aku menyayanginya hanya sebatas sahabat yang sudah menempel denganku sejak TK. Hanya saja aku terlalu takut kehilangan dia hanya karna aku menolaknya…
    “Oke, aku percaya. Tapi kalau kamu lagi ada masalah, seperti biasa aku selalu siap kok dengerin curhatanmu” Ditepuknya kepalaku pelan “Aku pulang ya..”

                Kusapu pandanganku ke arah matahari yang sudah muncul dari balik awan. Hujan sudah mereda, menyisakan butiran-burtiran air yang menetes dari daun-daun rimbun pohon-pohon yang berderet sepanjang jalan setapak yang menbarkan bau tanah basah. Akupun melangkah ditemani kepingan-kepingan kejadian yang berputar tepat di bintik mataku..

    “Alika…dengerin aku” Gilang memegang pundakku, memutarnya hingga aku benar-benar memandangnya. Kami sedang duduk di tepi pantai, entahlah pantai apa ini. Pulang sekolah tadi tiba-tiba Gilang mengajakku ke sini. 1 menit berlalu, bukannya berbicara dia malah menatapku lekat, matanya tepat memandang ke bintik mataku. Seperti mencari sesuatu di dalamnya. Mata itu tanpak lelah, seperti tidak ada cahaya di dalamnya. Jengah…akupun membuka suara “Ada apa sih Lang ? kamu aneh banget deh”

    Diuraikannya tangannya dari pundakku, lalu ia mengalihkan pandangannya ke arah matahari yang semakin sore semaki merendah, dan seolah akan hilang di balik batas samudra yang entah ada di mana itu. Kuikuti arah pandangannya, sambil menunggu apa sebenarnya yang akan dia bicarakan 

    “Aku tau ini berat Alika. Dari sahabat menjadi pacar” Dia terkekeh sebentar “Mungkin tidak biasa bagimu dengan status baru ini, begitu juga denganku. Tapi aku benar-benar minta pengertianmu Alika, karena ini hanya sebentar…”
    Aku menoleh, menautkan alis tapi tak berniat menyela. Meski aku sangat ingin menyela ‘Apa maksudmu dengan sementara ?’ Tapi kurasa Gilang juga belum memerlukan selaanku, kutunggu dia melanjutkan penjelasannya...

    Sekilas Gilang seperti menimbang-nimbang sebelum akhirnya ia menoleh ke arahku dan tersenyum “Tapi aku sangat senang, karena kau juga mencintaiku lebih dari seorang sahabat” Aku tercekat. Susah payah aku menelan ludah, sambil membalas senyumnya dengan senyumku yang pasti terlihat aneh..
    *****
    Tempat ini begitu luas dan sepi. Tak ada kehidupan..yang ada hanya gundukan-gunduka tanah merah yang berderet rapi dibawah naungan pohon-pohon akasia yang berdaun lebat. Kakiku terus melangkah sambil membaca nama-nama yang terpatri sebagai pemilik gundukan tersebut. Lalu berhenti begitu mataku menemukan nama itu. Gilang Syaputra, lidahku tiba-tiba kelu saat menyebut 2 potong nama itu.

    “Aku minta putus Lang..” Ucapku lirih saat perjalanan pulang dari pantai. Gilang yang berada di depan stir menoleh, walaupun keadaan di dalam mobil remang karena langit sudah mulai gelap aku masih bisa menangkap raut keterkejutan Gilang. 
    “Maksud kamu apa Alika ?” Suaranya masih tetap tenang “Candaanmu nggak lucu” Gilang memaksakan diri untuk tertawa hingga yang terdengar hanya tawa sumbang. 
    “Aku mau putus Lang, putus! Aku sudah tidak tahan ngejalanin kebohongan ini. Aku minta maaf karena aku sudah membohongimu selama ini. Aku minta maaf sudah tidak mau jujur sama kamu. Aku minta maaf karena nggak bisa jadi apa yang kamu ingininkan, Aku nggak pernah mencintaimu lebih dari seorang sahabat.. Bagiku kamu seperti saudara, nggak lebih Lang” Nafasku memburu begitu selesai mengucapkan sederatan kalimat tadi dengan satu kali helaan nafas.
    “Kamu…Kamu serius Alika ?” Kurasa emosinya sudah tersulut, suaranya terdengar gemetar. “Ter..Terus..kenapa kamu nerima aku waktu itu ?”
    Aku diam…
    bukan karena aku tidak mau menjawab, tapi aku tidak bisa menjawab. Tubuhku yang gemetar hebat menahan tangis, dan tenggorokanku yang kering membuatku tak bisa lagi mengeluarkan kata apapun…

    “KENAPA ALIKA ?! KENAPA ?!!” Dipukulnya stir mobilnya hingga klaksonpun berbunyi keras memecah keheningan jalan. Aku semakin ketakutan, kini aku sudah menangis sesenggukan sambil mengucapkan kata “Maaf” berkali-kali.

    Gilang sudah benar-benar emosi, dia sudah tidak memperdulikan aku. Dia menambah kecepatan mobilnya hingga rasanya telingaku pekak karena tekanan udara yang sangat kuat.
    “Gilang…kamu apa-apaan ?! GILANG !” Aku mulai panik melihat kekalapan Gilang menyetir, kucoba untuk meraih tangannya “Kita bisa mati GILANG ! BEREHENTI ! GILANG AKU BILANG BERHENTI !”Aku berteriak-teriak panic untuk mengalahkan deru mobil yang semakin keras. Aku merasakan mobil seakan melayang karean terlalu cepat dipacu.

                      Aku sudah tidak bisa menahan emosiku. Sambil tetap menangis aku terus mencoba meraih tangannya tapi selalu bisa ditepisnya. Aku sudah hampir maraih tangannya ketika kilatan cahaya menyeruak masuk dan menyilaukan segalanya. Kejadian itu terlalu cepat, secepat terpelantingnya mobil kami ke bahu jalanan setelah sebelumnya menghantam teronton besar. Terus berguling, hingga akhirnya mobil berhenti sama sekali.

                     Aku membuka mataku, mencoba mencerna semuanya diantara batas kesadaranku. Tapi terlambat, semuanya sudah terjadi. Aku tidak bisa merasakan apapun, tubuhku mati rasa karena terjepit diantara badan mobil yang hampir remuk. Aku tak mampu bergerak, bahkan bernafas saja rasanya paruku tak kuasa melakukannya. Aku mengerahkan sisa kekuatanku untuk menoleh ke samping kananku. Gilang masih di sana tapi matanya sudah terpejam. Aku mengalihkan pandanganku karena sudah tak kuasa memandang tubuhnya yang sudah....ah ! bahkan aku tak kuasa menyebutnya. Sayup kudengar suara teriakan di luar sana, sebelum akhirnya semuanya menjadi gelap.

    Kupandang gundukan yang membisu tersebut lalu bersimpuh dan menundukkan kepala pada jiwa yang sudah tenang di alamnya. Kuletakkan seikat bunga di atas pusarannya dan kugantungkan bebarapa bait do’a untuk menyejukkannya yang terengkuh dalam pelukan-Nya.

    “Hai…” bahkan kata ‘Hai’ saja sudah mampu menyesakkanku. Rasa penyesalan memelukku erat, hingga rasanya tak bisa bernafas. Kubasahi tenggorokanku yang tiba-tiba mengering, pahit ! 
    “Gimana kabarmu Lang ?” Kuremas gundukan tanah merah yang err dingin karena hujan yang baru saja berlalu. Kubiarkan air mata yang sudah mati-matian kutahan meluruh bersama semua penyesalan yang kupendam “Aku minta maaf baru bisa dateng sekarang..seandainya aja aku bisa nemenin kamu di sana”

    Hening…
    “Lang…kamu kesepian nggak ? sebenernya aku pengen banget nemenin kamu di sini lebih lama” Kuseka air mataku dengan punggung tangan “Tapi aku harus pergi Lang, tapi cuman sementara kok, sampe aku udah bener-bener tenang…”

    Hening…..
    Sayup sayup aku mendengar lagu Air supply-Goodbye mengalun lirih dan sumbang. Baru kusadari suara itu keluar dari mulutku, hhh suara itu terdengar jauh dan hambar, seolah bukan aku yang menyanyikannya. Tubuhku berguncang, menangis tanpa suara ketika kepingan-kepingan kenangan itu berputar lagi…

    I can see the pain living in your eyes
    And I know how hard you try
    You deserve to have so much more
    I can feel your heart and I sympathize
    And I'll never criticize all you've ever meant to my life
    I don't want to let you down
    I don't want to lead you on
    I don't want to hold you back
    From where you might belong
    You would never ask me why
    My heart is so disguised
    I just can't live a lie anymore
    I would rather hurt myself
    Than to ever make you cry
    There's nothing left to say but good-bye


                “Hh…suaraku jelek ya Lang ? kalau kamu di sini pasti kamu bakal bilang ‘suaramu bagus lho Alika’ entahlah hanya untuk menyenangkan hatiku atau malah mengejekku” aku terkekeh aneh disela tangisku..

                Hening…..
             “Lang…aku pulang ya. Nanti, aku pasti dateng lagi kok” Kuusap nisannya lembut sebelum kembali menundukkan kepala. Kali ini penghormatan terakhir sebelum akhirnya aku beranjak, meninggalkan tempat peristirahatannya dengan perasaan yang lega. 
    Mungkin jasadmu tidak lagi di sampingku…
    Tapi cintamu akan selalu di hatiku..
    Tenanglah di dalam pelukan-Nya…
    Gilang.


    11 Responses so far.

    1. I love love love this short story.

      Keren banget zaah!

      deskripsinya...
      Sudut pandangnya...
      Pelataran waktunya...

      parah.
      (baca lagi... baca lagi)

    2. AAaaaaaa makasi bang Aul >,<
      masih banyak kekurangan juga. hehe thanks banget udah dimuat >,<

    3. Anonim says:

      3 kata ; Keren, keren dan keren :)

      Bagus banget, padahal ide dasar ceritanya biasa aja, tapi karena dibawain dengan deskripsi latar, narasi, dan alur yang luar biasa jadi ya bagus banget :)

    4. Aduh makasi kak Riz. saya jadi malu. Makasi sekali lagi hehe.

    5. Anonim says:

      Haha kenapa jadi Kak Riz? ><
      Sama-sama :)

    6. Haha. aneh juga kalian b2.

      Emang Azizah kelas berapa Riz kelas berapa??

      Pada merasa paling muda ya?
      Heii, aku yang paling muda di sini -_-

      gyahaha


      Rizzie cerpen mu kapan nih bisa aku bajak di sini???

    7. Anonim says:

      Hehe iya nih ngga tau juga yang mana yang lebih muda, yang jelas bukan Bang Aul hahaha :D

      Hehe iya secepatnya, lagi buat cerpen ini juga :)

    8. @ Bang Aul + Kak riz : ya sepertinya sih memang sy yang lebih mudah dari kalian. masih kelas 2 SMA gitu hohoho. Emang kak Riz kelas berapa hayo ? *berharap nggak jawab kelas 1 SMa atau masih SMP* wkwk

    9. Anonim says:

      Loh saya kan kelas 3 SMP, tuh kan 2 tahun lebih muda. Hahaha beneran ngga bohong :D Haha berarti kak Azizah ya =))
      Dan hasil akhirnya ternyata sy paling muda :D

    10. puas-puasin aja ketawa.
      -_-

      Emang mentang-mentang situ lebih brondong, jadi lebih keren dari saya gitu...??

      OOOOOO tidak bisa.

      Bang Aul lebih keren kan, zii?
      hehe :p

      (maksa)

      @Rizzie >>
      Gak usah lama-lama. kekurangan bahan nih. Buat juni tabungan ceritanya masih dikit.

      Gak lucu dong, cuma 3 cerita sebulan?

      gila aja.
      Kasian pembaca doong?

      (Emang udah banyak gitu...? HAHA)

      but syukurlah, buat bulan Mei aja udah banyak gini.

      Alhamdulillahirabbil alamiin...

    11. Astagaaa dek Riz ternyata huehue *masih nggak terima lebih besar* wkwkwk. gpp deh, yg penting bang aul atuh yg paling tua. Masalah keren, tentu sy yg paling keren (lho ?)
      Iya nih bang Aul. Lagi dong posting yg lain. Itu lanjutan Junn series juga dong...*maksa*

    Leave a Reply

    Thanks for reading! Leave your responses here :)

    Tentang AOMAGZ

    AOMAGZ adalah sebuah online magazine. Tapi bukan majalah berita, majalah resep atau majalah fashion. AOMAGZ adalah majalah spesialis cerita : Cerpen, Cerbung, Flash Fiction, Serial, Dongeng, Cerita Anak dan lain-lain. Jelajahilah AOMAGZ sesuka hati kamu karena ada cerita baru setiap harinya (kecuali weekend). Enjoy!

    Readers



    Follow Us On Twitter Photobucket


    Guestbook