Oleh : FX Dimas Prasetyo
Namaku Gusty Prasetyo.
Aku memiliki seorang kekasih bernama Luise. Namanya hanya Luise tanpa ada nama
depan dan nama belakang. Tetapi kami berdua tidak selalu bisa saling bersama
satu sama lain. Aku dan Luise dipisahkan oleh jarak. Aku baru saja memasuki
perkuliahan semester 4 di salah satu Universitas Negeri di kota Malang,
sedangkan Luise berada di Bekasi. Ia sedang kuliah dan bekerja sebagai salah
satu penyanyi kafe. Aku dan Luise sudah lama menjalin hubungan sebagai kekasih.
Kira-kira sudah hampir memasuki tahun ke empat. Aku dan Luise menjalin hubungan
ini ketika kami satu ekstrakuler di sekolah. Bisa dibilang ekstrakuler paduan
suara yang membuat Aku dan Luise bersatu. Aku mengagumi suara Luise, begitu
juga dengan Luise yang mengagumi suaraku. Aku sangat ingat betul saat Luise
mengatakan bahwa ia menyukai suaraku saat bernyanyi. Pada saat itu Aku
dan Luise selalu bersama-sama setiap harinya. Kami melakukannya hampir satu
tahun. Lalu sisanya kami terpisah oleh jarak hingga saat ini.
Kamu tau Luise, saat malam hari terkadang memimpikanmu.
Mungkin itu yang dinamakan rindu. Rindu yang dibuat karena ulah sebuah
jarak. Jarak yang hampir tiga tahun memisahkan kita. Terkadang setiap aku
memimpikanmu, Aku selalu terbangun. Bukan karena Aku ingin mengusirmu dari
bunga tidurku, Luise. Aku selalu terbangun akibat ponselku berbunyi. Kamu tau
Luise, Aku tersenyum ketika ternyata kamu yang menyapaku dari balik layar
ponsel.
“Pagi
gus, semangat ya buat hari ini. Jangan mengeluh terus,” ucapmu dibalik ponsel.
Kamu mengucapkan selamat pagi dan memberiku semangat untuk
menjalani hari-hariku. Itulah yang sering kamu lakukan setiap kali Aku
memimpikanmu, Luise. Apa itu hanya sebuah kebetulan? Kurasa tidak, Luise. Aku merasa
kamu hadir disini ketika kamu sedang berbicara di balik ponselku. Tawa dan
candamu juga sangat menghiburku di pagi hari, Luise. Meskipun kita hanya saling
bertemu lewat suara. Aku sangat ingin ada waktu dimana kita berdua bisa kembali
bertemu.
Hari ini Aku ingin mengingat bagaimana dulu kita pernah menjalani
hari-hari bersama, Luise. Mungkin itu akan menjadi obat rindu bagiku. Meskipun
hanya sementara, setidaknya bisa menghadirkan rona wajahmu di pikiranku. Aku
masih ingat jelas persamaan diantara kita, Luise. Selain kita saling gemar
bernyanyi. Aku dan Kamu juga senang melihat bentuk-bentuk awan diantara birunya
langit. Kita sering sekali berdebat. Bukan karena masalah diantara kita berdua.
Tapi kita sering berdebat dengan bentuk awan yang sedang sama-sama kita lihat.
Kadang bentuk yang Aku lihat berbeda dengan yang kamu lihat. Meskipun begitu,
Aku rindu saat-saat seperti itu, Luise. Disaat seperti itu Aku senang melihat
senyum yang terlintas di pipimu.
Aku menuju kampus sambil masih mengingat-mengingat kejadian
menyenangkan diantara kita berdua. Hari ini Aku memiliki aktivitas seperti
biasanya. Aktivitas untuk pergi ke kampus. Hari ini Aku juga mempunyai jadwal
siaran di radio kampusku. Kamu pasti tau Luise, selain Aku senang bernyanyi,
Aku juga senang siaran. Dulu kamu selalu tertawa ketika Aku berbicara
seolah-olah sedang menjadi seorang penyiar sebuah di radio. Sekarang Aku sudah
berada di balik microphone ini, Luise. Hari ini akan akan kedatangan seorang
penyanyi perempuan muda yang baru mengeluarkan debut single-nya.
Matahari sudah mulai tepat diatas kepala. Awan-awan sedang
bergumpal di hamparan langit biru. Aku sangat suka saat-saat seperti ini.
Begitu juga dengan kamu, Luise. Biasanya kita berdua duduk berdampingan sambil
melihat ke arah langit. Saat Aku sedang memandang birunya langit, tiba-tiba
ponselku bergetar. Ternyata kamu memanggilku dari balik ponsel, Luise.
“Hai gus, lagi apa kamu?” Biar aku tebak, pasti kamu lagi
melihat ke atas langit kan? Hari ini aku melihat ada awan berbentuk bebek di
langit. Bebek itu diikuti dengan dua bebek kecil dibelakangnya. Seolah-olah
anak bebek yang sedang membuntuti induknya. Kalau kamu lagi liat awan bentuk
apa?” Ucap Luise dengan nada ceria.
Disaat itu Aku heran. Mengapa awan yang sedang aku lihat
dan bentuk awan Luise yang sedang dilihat Luise di Bekasi sama? Apa mungkin
kebetulan? Tiba-tiba saat aku ingin menjawab pertanyaanmu. Ada dua buah tangan
yang menutup mataku. Menutup pengelihatan awan yang sedang aku lihat. Tiba-tiba
saat sang pemilik tangan ini membisikkan sebuah kata. “Jarak itu hari ini
berhasil ku tempuh.” Aku ingat betul suara yang baru saja terdengar di
telingaku. Itu suaramu, Luise.
Aku heran mengapa bisa kamu datang menemuiku disini.
Setelah pertanyaan itu terlontar dari bibirku. Ternyata yang menjadi bintang
tamu siaranku siang ini adalah kamu, Luise. Kamu ternyata sedang promo di
radio-radio, termasuk di radio kampusku. Ternyata juga kamu sengaja tidak
memberi tahuku tentang karier menyanyimu, karena kamu ingin membuatku bangga.
Jujur aku terkejut dan bangga terhadapmu, Luise. Kamu membuktikkan bahwa kamu
bisa meraih cita-citamu selama ini.
“Delapan puluh sembilan koma delapan PING FM,
radio hits kampus kamu. Kembali lagi bersama saya Gusty Pratama, siang hari ini
ada suara perempuan merdu yang menemani kita yaitu Luise dengan single
perdananya.”
Aku senang Luise, jarak yang menjauhkan kita bisa
hilang hari ini. Aku juga senang hari ini kita bisa mengulang kebiasaan kita
berdua dan kembali bersua. Mulai dari melihat awan, kamu melihatku benar-benar
siaran, dan aku kembali melihatmu bernyanyi dihadapanku. Jarak itu hilang meski
hanya hari ini. Setidaknya kita bisa bersua hari ini.