Oleh : Aul Howler
“Aku adalah titisan Chairil Anwar!” katamu suatu hari.
Kala itu aku tak tertarik untuk mengomentarimu. Kau sudah terlalu sering mengatakan hal-hal aneh. Paling tidak, begitulah kesimpulanku sebagai orang terdekatmu selama beberapa tahun ini. Kau pernah mengaku bertemu aristoteles di toilet asrama. Kau bahkan juga pernah mengaku diutus neptunus lewat radarnya.
Dan biasanya kau akan lupa dengan semua yang kau ucapkan dalam beberapa jam. Aku rasa aku sudah terbiasa untuk mengabaikannya. Seharusnya aku juga tak perlu mengabaikan ocehanmu kali ini. Cukup masuk akal, bukan?
Tapi entah kenapa, kau mulai terasa agak berbeda. Kau mengulangi kalimatmu berkali-kali. Berhari-hari. Bahkan kalimatmu tak lagi sebatas “Aku adalah titisan Chairil Anwar!”. Tapi kau juga sudah menyebut-nyebut dirimu sebagai binatang jalang dari kumpulan yang terbuang. Kau bahkan bilang ingin hidup seribu tahun lagi! Brrrr....
Yang kusesali, aku terlambat menyadari bahwa kau mulai kesetanan. Kau harus kembali ditahan. Aku terlalu terbiasa mengira bahwa kau cuma sedikit aneh karena kecanduan mendengar buku-buku yang kubaca. Aduh. Kenapa aku tak mencegahmu saat kau memecahkan jendela lantai lima dan melompat—lalu mati seketika?
Harusnya aku tak mengajakmu kabur dari rumah sakit jiwa.
Harusnya aku tak membohongimu—mengatakan kau itu titisan pujangga.
Harusnya mama tak ditempatkan di sel sebelahmu, Raka..
Panjangin dikit bakal jadi satu cerita thriller yang menarik. Diksinya bagus, ul.
Hahaha aku emang nggak pernah bisa bikin thillerrr :>