Oleh : Alivia Awin
"Saeeeel! Ayo, sini!" teriak Witri. Titik-titik air menghujani tubuhnya yang hanya berbalut t-shirt dan celana jeans. Wajahnya tengadah, merasakan tiap tetes air yang menerpa. Tak jauh di hadapannya, seorang lelaki tersenyum simpul.
"Saeeeel! Ayo, sini!" teriak Witri. Titik-titik air menghujani tubuhnya yang hanya berbalut t-shirt dan celana jeans. Wajahnya tengadah, merasakan tiap tetes air yang menerpa. Tak jauh di hadapannya, seorang lelaki tersenyum simpul.
"Jangan kelamaan, nanti
kamu sakit." tegurnya. Yang ditegur hanya tertawa-tawa sambil menari-nari
dibawah hujan air yang mengalir dari tanaman merambat.
"Witri, ngadep sini
deh. Aku fotoin, ya." Sael merogoh tasnya, mencari sebuah kamera
profesional dengan lensa yang tak begitu besar, mengutak-atiknya sebentar,
kemudian menyorotkannya ke arah Witri yang tengah asyik bermain air.
"Tumben kamu mau fotoin
aku pas lagi cantik, biasanya pas lagi jelek." Titik-titik air masih
membasahi tubuh Witri. Sepertinya ia enggan berpisah dengan kenikmatan alam
yang menakjubkan itu.
“Gak ah, kamu cantik terus
kok.”
“Gombal.” Percikan air menerpa
wajah Sael.
“Tapi suka kan?” goda Sael.
Percikan air kembali membasahi wajahnya. “Kok kamu jadi suka nyiram aku, sih?”
“Kok kamu jadi suka ngegombal,
sih?” Sael tertawa. Tangannya tersuruk dibalik celana denim hitamnya. “Udahan
dong, main airnya. Kamu kesini dulu deh.” Sael menghampiri Witri, menariknya
keluar dari guyuran air terjun. Keindahan alam Air Terjun Benang Kelambu
memancarkan binar hijau yang romantis.
“Ada apa?” Degup jantung Witri
berlompatan. Ada kupu-kupu yang menari di perutnya.
“Buat kamu.” Seuntai kalung
menjuntai di tangan Sael. Witri terperangah. Kalung berbandul hati dengan sayap
kecil itu berpindah ke lehernya. “Itu hati aku. Dijagain ya, kalo gak dijagain
ntar hatinya terbang.”
“Gombal.” Witri memainkan
bandul kalung yang sudah bertengger di lehernya. Kupu-kupu semakin giat menari
di perutnya. “Makasih, ya.”
*****
“Wit, bengong aja.” Lamunan
Witri buyar. Fania, teman satu kuliahnya sudah berdiri di belakangnya. “Hayuk
ah, yang lain mau ke Air Terjun Benang Stokel. Ikut gak?”
“Engga deh, Fan. Aku disini
aja. Benang Kelambu terlalu menggoda nih.” Fania hanya mengangguk, kemudian
meninggalkannya sendiri ditengah deburan air yang terasa halus di telinga.
Witri memainkan bandul hati pada kalungnya.
Sael, cepat pulang.
-END-
Sael, cepat pulang.