Maaf, Untuk Kesalahanku

    Author: AOmagz Genre: »




           Hari demi hari berganti. Hari ini, pagi berjalan seperti biasanya. Matahari mulai menampakkan dirinya dari ufuk timur. Goresan cahayanya pun mulai terpancar dari himpunan awan di atas langit. Mesti seolah pagi terasa biasa bagi orang lain, tapi pagi yang ini berbeda untukku. Biasanya aku hanya menikmati pagi di dalam bui. Kebebasanku dari dinginnya dinding bui membuat udara di sekelilingku terasa berbeda. Kalau diingat-ingat sejujurnya aku lupa kenapa aku bisa ada di balik dinding bui selama kurang lebih 2 tahun. Hanya satu yang selalu aku pikirkan selama di dalam bui. Aku hanya ingin segera bebas dan aku ingin menemui seseorang di luar sana. Seseorang itu pasti sudah menungguku sejak lama, mungkin ia juga sedang marah saat ini, sampai-sampai ia tak pernah menemuiku ketika sedang berada di dalam bui.


           Aku mulai melangkahkan kaki keluar dari bangunan tempat orang-orang ditahan dan dihukum karena kesalahan mereka. “Akhirnya bebas,” itulah kata pertama yang terucap di sanubari hatiku. Perasaan gembira yang amat bergejolak.

           Rencana sehabis keluar dari bui hanya satu, yakni menemui seorang perempuan. Perempuan yang sangat aku cintai. Perempuan itu kamu, Ashira. Aku dan Ashira adalah sepasang kekasih. Kami sudah menjalin hubungan ini cukup lama. Kurang lebih 3 tahunan. Aku sangat menyayangi perempuan dengan rambut pendeknya itu. Ia sungguh mempesona bagiku, dan mungkin bagimu juga bila melihatnya secara langsung. Parasnya begitu cantik, sifatnya yang tidak kekanak-kanakan dan tak manja seperti perempuan kebanyakan. Kau mungkin akan tertarik setelah menjalin hubungan yang begitu dekat dengannya.

           Aku terus berjalan menjauh dari gedung yang sudah cukup lama menahanku itu. Aku ingin langsung menuju ke tempat yang sering aku kunjungi bersama Ashira. Tempat dimana kami selalu menikmati senja bersama. Tempat dimana kami selalu mendengar desir ombak yang menenangkan. Aku berjalan menuju pantai Klayar, Pacitan. Dia pasti sudah menungguku disana. Aku menunggu sebuah kendaraan yang bisa membawaku ke Pacitan. Selang berapa lama kemudian sebuah bus menuju ke arahku. Aku pun menaiki bus yang kebetulan saja ingin menuju ke kota Pacitan. Seperti sebuah kebetulan. Aku tak peduli bus apa yang sedang aku naiki ini. Bus yang ku tumpangi ini sedang mengangkut cukup banyak sayur-mayur, yang terpenting saat ini yaitu aku ingin segera meninggalkan Jogjakarta untuk bertemu Ashira di pantai Klayar. Sebuah pantai yang bisa disebut pantai bernuansa cinta antara aku dan dirinya.

           Desir angin yang sepoi-sepoi ini membuat kantukku semakin menjadi. Aku memutuskan untuk rihat sejenak karena perjalanan dari kota Jogjakarta menuju kota Pacitan kurang lebih memakan waktu 3 hingga 4 jam. Dengan waktu sepanjang itu, memungkinkan untuk aku bisa beristirahat. Setelah menempuh medan yang cukup sulit ditambah dengan tanjakan, turunan, dan tikungan berkelok-kelok akhirnya semua perjalanan ini kini terbayar. Aku sampai di pantai Klayar, tempat aku dan Ashira biasa menghabiskan waktu bersama.  Aku masih ingat selain senja dan ombak yang sering kita nikmati. Kamu sangat suka sekali seruling samudra yang ada di pantai Klayar ini, Ashira. Aku ingat betul ketika lubang kecil yang ada di bagian pantai Klayar itu menyemburkan air yang cukup tinggi, kamu selalu menari kegirangan layaknya anak kecil yang gemar bermain air. Bagian itu adalah sebuah suasana yang tak mampu bisa aku lupakan. 

           Setelah sampai di pantai Klayar, aku langsung turun dari mobil yang sudah aku tumpangi selama kurang lebih 4 jam. Aku langsung berjalan ke spot pantai yang biasa kita pijak. Aku berjalan dan berjalan hingga sampai di tempat itu, namun aku tak melihat seorang pun disana, termasuk kamu. Hari pertama aku keluar dari bui, aku tak menemukanmu di tempat biasa kita bertemu. 

           “Mungkin kau sedang sibuk, jadi kau sedang tidak pergi ke pantai Klayar ini. Atau mungkin kau sudah tak lagi kembali ke pantai ini, sejak aku masuk bui?” berbagai pertanyaan muncul di benakku. 

           Dihari yang berikutnya aku kembali kesini. Hari ini televisi meramalkan akan turun hujan dan angin kencang di daerah Pacitan, termasuk di pantai Klayar. Tapi aku tak peduli dengan kedatangan awan hitam yang menghantarkan tetesan hujan itu. Aku hanya ingin menunggu dan terus menunggumu, Ashira. Meski aku hanya menikmati keindahan pantai Klayar ini seorang diri. Tak lama ramalan di televisi itu pun benar adanya. Hujan mulai turun sedikit demi sedikit hingga akhirnya benar-benar deras. Seolah hujan ini ingin menghukumku dengan derasnya air yang turun, mungkin alam termasuk hujan ingin membelamu karena aku terlalu lama meninggalkamu, Ashira. Kalau memang aku perlu dihukum, hukumlah aku. Asal aku bisa kembali dan bertemu lagi denganmu. Hari ini kurasa kembali nihil. Aku lagi-lagi tak bertemu dengannya. Yang ada aku hanya merasa terhukum karena kedatangan hujan dan anginnya yang begitu kencang. Hingga dinginnya sama seperti ketika aku berada di dalam bui.

           Hari demi hari untuk kesekian kalinya aku kembali mengunjungi pantai Klayar. Entah sudah keberapa kalinya aku menunggumu, Ashira. Entah berapa lama lagi aku merasakan kerinduan yang begitu dalam ini.

           “Aku masih menunggumu, Ashira. Apakah kamu tahu bahwa aku benar-benar rindu. Apa kau tak berniat untuk bertemu denganku? Walau itu hanya untuk melepas sebuah rindu?,” ucapku dalam hati. Aku masih disini bersama desir ombak pantai Klayar yang bisa kita nikmati, dan senja yang selalu kita lihat bersama kehangatannya. Apalah arti ini semua, bila kau tak ada. Aku ingin cepat-cepat keluar dari bui karena aku ingin kita kembali berdua, bersamamu. Tapi apa sekarang. Hari-hariku sama saja seperti di bui. Sendiri dan sepi. Apa waktu yang mampu berpihak antara aku dan kamu? Apa kau sedang bersama lelaki lain sejak aku terpenjara di dalam bui? Jangan salahkan aku karena pikiran-pikiran negatif ini malah bersarang di otakku. Kini aku tak tau lagi sampai kapan aku selalu menunggumu disini. Mungkin saja kau kembali atau mungkin saja aku tak lagi bisa melihatmu di pantai ini lagi.

           Saat sedang menikmati senja tiba-tiba ada suara seorang perempuan yang memanggilku. Aku harap itu kau, Ashira. Namun kenyataan berkata lain. Perempuan itu bukan kau saat aku menoleh ke arah belakang. 

           “Rheno, kau sudah keluar dari bui?” tanyanya kepadaku

           “Iya aku belum lama keluar dari dinginnya bui, kira-kira baru satu bulan yang lalu. Aku sampai lupa tanggal dan hari kebebasan itu. Maaf kamu siapa? Aku tak mengenalmu. Tapi kenapa kau tau kalau aku Rheno?”

           Perempuan yang kini berhadapan denganku itu seakan sedang memikirkan sesuatu. Entah apa yang sedang ada di pikirannya. Ia seolah berpikir keras sebelum menjawab pertanyaanku tadi. 

           “Aku Feli, kakaknya Ashira, Rhen.  Apa kau lupa?” 

           “Kamu kakaknya Ashira? Lalu dimana Ashira berada, aku keluar dari bui ingin bertemu dengannya?” tanyaku lagi. Aku lupa kalau Ashira memiliki seorang kakak perempuan. Wajahnya pun tak ku kenali. Seperti baru saja bertemu untuk pertama kalinya disini.

           “Iya aku benar-benar kakaknya Ashira. Aku cukup paham kenapa kau lupa denganku atau bahkan kau masih lupa dengan kejadian yang terjadi pada Ashira,” jawabnya dengat raut muka sinis menurutku. 

           “Baik, jika kau masih lupa. Aku akan menceritakannya kembali untuk mengembalikan ingatanmu. Di pantai ini kau dan Ashira sering bertemu layaknya kaum muda-mudi yang berpacaran. Hampir setiap hari bila ada waktu bersama kalian selalu kesini. Aku mengetahui hal ini karena Ashira selalu menceritakannya kepadaku ketika sedang dirumah. Sampai suatu ketika kau mengecewakan Ashira, mungkin tak hanya Ashira yang terlalu tapi juga aku kakaknya. Hubungan yang telah kalian dibina selama ini, kau rusak dengan hawa nafsumu. Sejujurnya aku sudah cukup percaya bila Ashira jalan bersamamu. Aku juga sangat merestui hubungan kalian berdua. Tapi itu sebelum kau menodai Ashira. Kau melakukan tindakan bejatmu di tempat ini. Di pantai Klayar ini. Kau sudah memperkosa Ashira, Rheno,” jelas Feli dengan perasaan yang menggebu-gebu. Seakan peristiwa itu terulang kembali.

           Aku terdiam dan seakan tak percaya. Namun bayang-bayang peristiwa itu mulai muncul di dalam ingatanku. Peristiwa dimana aku menikmati titik puncak saat berhubungan badan dengan Ashira. Dimana perasaan menyesal pun juga timbul setelahnya. “Lalu dimana Ashira dan kenapa aku bisa lupa dengan kejadian ini?” tanyaku lagi.

           “Sesudah kau melakukan perbuatan bejatmu pada Ashira. Ashira menangis. Tangisan Ashira mengantarkan para pengunjung wisata di pantai Klayar ini. Para pengunjung dengan spontan memukulimu hingga benar-benar memar dan bonyok. Darah berceceran di bagian kepalamu akibat hantaman dan pukulan dari pengunjung. Hingga pada akhirnya kau pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. Aku menemani Ashira ke rumah sakit. Lalu dokter mendiagnosis kalau dirimu mengalami amnesia. Setelah kau sadar, polisi langsung mengirimu ke bui meski kau sedang kehilangan daya ingatanmu.”

           Lagi-lagi aku terdiam dengan penjelasan panjang dari Feli. Aku pun lagi-lagi bertanya, “Lalu dimana Ashira? Sekali lagi aku tanya, dimana dia?”

           “Mungkin dia sedang ada di surga bersama anaknya kini. Setelah perbuatan yang kau lakukan kepada Ashira. Dirinya hamil. Karena malu terus-menerus di olok-olok. Ia ingin melakukan aborsi. Aku sudah mencoba untuk melarangnya, tapi tanpa sepengetahuanku diam-diam Ashira melakukannya sendiri. Hingga ia bukan hanya membunuh bayi yang ada di kandungannya, ia juga membunuh dirinya sendiri. Setelah melakukan aborsi Ashira infeksi tubuh secara total hingga ia meninggal.”

           Seketika itu juga tubuhku lemas. Ingatan-ingatan akan peristiwa bejat dan runtutannya pun mulai mengembalikan ingatanku yang hilang. Ingatan akan perlakuaan kotorku terhadap Ashira, hingga akhirnya ia benar-benar tak bisa lagi bersamaku. Pantas aku tak lagi bertemu dengannya di pantai Klayar ini, pantas juga ia tak pernah mengunjungiku di dalam bui. Pertanyaan-pertanyaan akan ketidakhadiran Ashira pun menguak ke permukaan. Aku memang tak lagi bisa bertemu lagi dengannya. Tak ada lagi pertemuan indah di pantai Klayar ini, melainkan pertemuaan haru yang akan terjadi setiap kali aku mengunjungi nisan Ashira.  Maaf, untuk kesalahanku. Maaf hanya itu yang bisa aku katakan. Aku akan selalu bertemu denganmu di tempat yang baru, meski kita tak bisa melihat senja di pinggir pantai Klayar, tapi bisa masih tetap bisa menikmati senja berdua di tempatmu yang baru. Aku berjanji akan terus mengunjungimu disini dan di dalam doaku.

    -END-

    One Response so far.

    1. Awalnya cuma karena nafsu.... Eh makin lama, malah muncul cinta... Nice story

      ^_^

    Leave a Reply

    Thanks for reading! Leave your responses here :)

    Tentang AOMAGZ

    AOMAGZ adalah sebuah online magazine. Tapi bukan majalah berita, majalah resep atau majalah fashion. AOMAGZ adalah majalah spesialis cerita : Cerpen, Cerbung, Flash Fiction, Serial, Dongeng, Cerita Anak dan lain-lain. Jelajahilah AOMAGZ sesuka hati kamu karena ada cerita baru setiap harinya (kecuali weekend). Enjoy!

    Readers



    Follow Us On Twitter Photobucket


    Guestbook